Langsung ke konten utama

10 (2)

aku ingat ketika aku berkata tidak padahal sesungguhnya iya mengejang menuntut haknya. kuharap kau tahu, di saat itulah aku berbohong padamu, bubu. tentang perasaan mengakhiri ini semua. meradangkan memori sesuatu.
*
sesuatu yang pernah kuperjuangkan untuk seorang kamu, bukan kamu bubu, aku berbicara mengenai kakak kelasku, 10 tahun yang lalu. 3 tahun aku menantinya. tanpa kepastian. tanpa pernah mau tahu apa yang dia hadiahkan bagi semua ketulusan kasih sayang. yang aku sendiri tak mengerti apakah rasa kasih sayang itu. aku hanya merasa. bukan satu kesalahan kupikir. lalu, mengapa mukanya yang tak suka sering mendaratkan senyum kecut di hadapanku? anggap saja aku lelaki yang menyukaimu dan kau tak suka. ah, aku baru sadar, kau juga pasti akan memperlakukan lelaki-lelaki malang itu dengan cara seperti ini. dijauhi, dicemberuti, dikacangin semoga tidak disambali. tapi kalau begitu, analisamu mungkin bisa sampai kalau kukatakan jika perasaanku sama, sama seperti lelaki yang menyukaimu dan kau tak suka. tapi mungkin kalimat yang cocok bagimu padaku adalah seorang adik kelas berwajah lumayan imut (pengakuan temanku), tidak terkenal tapi mengenalimu, tergila-tergila pada sikap cuekmu, judesmu, masuk ke salah satu ekskul karena dirimu juga anggota disana dan seseorang yang berjenis kelamin perempuan sepertimu. bagian terakhir mungkin terlalu berat. seberat aku menanggung perasaan ini. ingin menghancurkan tapi malah dihancurkan. ingin membinasakan malah ikut binasa. ingin dicintai malah menambah daftar satu benci bukan cinta.
*
cinta, terimakasih . untuk semburan tatapan caci maki dan hinaan sepanjang 2 tahun satu sekolah dengannya. jadi seperti ini balasanmu, cinta. padahal aku hanya mengikuti kata hatiku, yang katanya tangan kananmu, cinta. atau dia juga berperan sebagai tangan kirimu yang menyampaikan berita bahwa cinta bisa membuatmu melayang sekaligus sedetik kemudian menjatuhkanmu ke dalam pelukan bumi, ditelan hidup-hidup dan dimuntahkan kembali. masih bernafas tapi tak pernah tahu untuk apa nafas diciptakan. begitulah pengalaman pertamaku mendengarkan cinta dalam hidupku. menunggu. satu hal, ingin kukatakan padamu, cinta. satu hal, cinta. menunggu itu. menunggu itu. menunggu itu sama dengan. bodoh. bodoh, cinta. sama seperti waktu itu menunggu bubu.
*
"bubu, kita break aja ya."
seandainya ada jangkrik di cafe ini, mungkin dia akan berbunyi yang paling nyaring. aku sadar, tidak ada pernah percakapan ramai ketika dua insan yang katanya dimabuk cinta ini sedang berdua-duaan. aku juga heran terkadang. aku yang biasanya begitu "meriah" menjadi diam tak terkendali. lidah ini seperti kehilangan kode-kode untuk bekerja. semua begitu tak bersahabat. ingin memberikan yang terbaik malam menjadi kebalikannya. katanya cinta, tapi kenapa menjadi serba salah. menjadi tidak nyaman menceritakan padamu apapun. kalau sayang, kenapa aku tidak bisa menjadi diriku yang sebenarnya. atau memang begitu ketika kalian jatuh cinta? semua organ begitu kompak mematikan setiap potensi keindahan yang aku punya padahal ingin menunjukkan kebolehannya.
"ya udah, keep contact ya."
mungkin bukan itu jawaban yang tepat, bubu. tapi itu juga bukan jawaban yang salah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

move on

hi dear you, move on, we're not seventeen, miley said. mungkin sudah terlalu banyak cerita yang tidak pernah kita bagi bersama. mungkin rindu kita juga sudah tidak pernah dalam gelombang yang sama. sedih sih. tapi kita memang harus berpindah. things getting toxic now. we only hurt each other. and i just realized, there will be so much good thing come up when we are not together. amen for it. and i know, i know deeply, you will be okay without me and so will i. let our memories become memories. a good one definitely. i love you and will always be. i already forgive myself to let this thing go. let's have another good circle of life. for now and the other future if we met again. xoxo -meh-

Makan Malam Menu Terong Balado

tentang hidup. semua mengalir begitu saja hingga hari ini. hampir 3 tahun tanpa mama dan papa. mengalir begitu saja.  yang terlintas malah tentang makan malam bersama berpuluh tahun lalu. menu favoritku, terong balado, doa sebelum makan kubacakan, tentunya mama dan papa. tradisi makan malam ini entah kapan mulai tidak berjalan, sepertinya ketika papa mulai sering kerja di luar daerah, sering tidak pulang entah berapa hari kemudian. sering kutanyakan setiap kali dia telepon, kapan papa pulang? papa, selalu jadi pria pertama yang kuposesifkan bahkan hingga hari ini. yah, kurasa sejak saat itu, sejak kami pindah juga ke jalan yang baru. berjalan waktu, aku dan mama pindah terlebih dahulu ke bogor sementara papa masih jauh di sebrang pulau. setahun setelahnya baru papa bergabung bersama, namun aku sudah tenggelam dalam umur pubertas, pulang selalu malam, sibuk extrakurikuler, kemudian kuliah di luar kota, kemudian kerja di luar kota dan semakin tidak pernah ada acara makan malam itu. kalau

tentang pergi yang sepi

yang pergi dalam 2 minggu ini ada dua orang dekat yang meninggal. yang satu adik perempuan mama dan satu lagi saudara jauh yang sempat tinggal di belakang rumah. 2 tahun berturut-turut, selalu dengan kepergian orang-orang. mulai dari mama, papa, umi enong dan mamih. orang-orang berbeda. ketika sudah sedikit reda ditinggal mama disusul papa satu tahun kemudian. berlanjut 2 lagi pada tahun yang sama, seperti menarik kembali perasaan yang tentang kehilangan, kepergian dan kesepian. i am typical of person that never know how to have a good cry. i mean like channeling it into right, beautiful direction. moreover, i always pretend those grieving things never happened. perhaps, cause i used to have myself as a loner therefore this kind of feeling like so familiar. no friend to talk at home/room, only chatting via med-soc, wondering, day-dreaming, sleeping, eating, having fight with my girl and it will fulfill my day to day. Yet, there was a point, a lowest one when suicide cross my mind