Langsung ke konten utama

"letting go"

Dear bie,

Aku tahu hal ini cepat atau lambat pasti terjadi. Anehnya, seperti orang yang melihat peperangan, aku tidak diam saat itu tapi aku masuk dan mengalaminya padahal itu sama sekali belum pernah terjadi. Lalu, aku menangis sejadi-jadinya karena rasa sakit yang begitu dalam meskipun tak ada seorang pun yang mendengarnya.

Aku telah berani ambil resiko untuk menyayangimu dan saat itu juga aku telah tetapkan dalam hati untuk kehilanganmu. Jadi, ketika peperangan itu benar-benar terjadi dan menghantamku, mereka hanya seperti jarum-jarum kecil yang menusukku lalu nyerinya hilang dalam sekejap. Dan dengan begitu mudahnya, aku mampu tersenyum, tertawa kembali bersamamu dalam status yang benar-benar berbeda.

Dan aku sadar, yang berjasa bukan hanya diriku sendiri tapi juga ada dirimu yang masih terlalu baik tidak menjatuhkanku dari langit kegembiraan sekaligus. Kamu baik sudah memberiku isyarat sehingga aku menyiapkan parasutku sendiri yang pada akhirnya ketika tiba di tanah, aku tidak merasakan apa-apa. Hanya butuh keseimbangan kembali untuk berdiri.

Aku selamat. Yah, aku selamat bie. Terimakasih.

Terimakasih sudah membuatku seperti ini. Kamu menutupnya dengan kesempurnaan yang tidak pernah sama sekali aku bayangkan.

Seperti dirimu, my perfecto. We are just PERFECT!!!!

Jadi, mari kita lanjutkan kebahagiaan ini dengan Tuhan yang selalu melindungi.

Bie,

thanks for letting us go

i will always love you

your close friend,
ika


Komentar

Postingan populer dari blog ini

10

sampai juga kita di diri kita yang paling ku tunggu. lingkaran itu benar-benar ada di titik kembali. 10 tahun penantian yang pas. tahun ke -10 aku mengirimkan selembar kertas berisi ucapan selamat ulang tahun bagimu. kau menerimanya tidak, sayangg? mudah-mudahan kau terima. ada gambar terkahir yang sengaja kubuatkan khusus untukmu. dan gambar tahun ini adalah sebuah pohon yang telah ranum oleh buah. siap dipetik. seperti diriku saat ini. siap bertemu denganmu. dan Tuhan mendengarkan doaku. "Flor?" sapaan yang awalnya kuanggap biasa. kupikir mungkin hanya teman lama. kurasa hanya seorang yang coba mengenalku lebih dalam. tapi ini di negeri orang lain. hanya sedikit yang mengenalku. walaupun ada beberapa hasil karyaku terpampang di pameran foto ini. tapi aku yakin tak banyak orang yang benar-benar mengenalku. kecuali orang yang tahu siapa diriku. acara belum dimulai. perkenalan peserta pameran juga belum dilaksanakan. ku kira hanya Hans, sanga ketua panitia pameran dan Rani, s...

Makan Malam Menu Terong Balado

tentang hidup. semua mengalir begitu saja hingga hari ini. hampir 3 tahun tanpa mama dan papa. mengalir begitu saja.  yang terlintas malah tentang makan malam bersama berpuluh tahun lalu. menu favoritku, terong balado, doa sebelum makan kubacakan, tentunya mama dan papa. tradisi makan malam ini entah kapan mulai tidak berjalan, sepertinya ketika papa mulai sering kerja di luar daerah, sering tidak pulang entah berapa hari kemudian. sering kutanyakan setiap kali dia telepon, kapan papa pulang? papa, selalu jadi pria pertama yang kuposesifkan bahkan hingga hari ini. yah, kurasa sejak saat itu, sejak kami pindah juga ke jalan yang baru. berjalan waktu, aku dan mama pindah terlebih dahulu ke bogor sementara papa masih jauh di sebrang pulau. setahun setelahnya baru papa bergabung bersama, namun aku sudah tenggelam dalam umur pubertas, pulang selalu malam, sibuk extrakurikuler, kemudian kuliah di luar kota, kemudian kerja di luar kota dan semakin tidak pernah ada acara makan malam itu. k...

Diana Di Desember

Aku ingat sekarang, siapa perempuan itu. Tahun lalu, masih dengan baju yang sama, dia duduk menunggu di cafe yang sama. Kali ini wajahnya begitu sendu. Tak ceria. Pandangan mata yang kosong memandang ke arah luar cafe ini. Sesekali menunduk ke secangkir kopi yang tampaknya sudah dingin. Entah sudah berapa lama disana. Tapi sepertinya sedang menunggu seseorang untuk datang. Rasa ingin tahuku bertambah. Kuberanikan diri ini untuk masuk ke cafe. Mengambil posisi tak jauh darinya, raut wajah cemas dan sedih tampak lebih jelas sekarang daripada ketika diriku di luar. Tak lama seorang pelayan menghampiriku. Bertanya apa yang ingin aku pesan. Karena tak pernah masuk ke cafe ini, maka spontan kuminta secangkir kopi yang sama dengan menunjuk gadis itu. Pelayan itu mengernyitkan dahinya. Tapi kemudian tetap menuliskan pesananku. Ada apa dengan gadis ini? Mengapa magnetnya begitu kuat menarikku? Apakah karena aku penasaran apa yang dia tunggu atau apa yang membuatnya tampak sedih? Tak lama se...