Langsung ke konten utama

Diana Di Desember

Aku ingat sekarang, siapa perempuan itu. Tahun lalu, masih dengan baju yang sama, dia duduk menunggu di cafe yang sama. Kali ini wajahnya begitu sendu. Tak ceria. Pandangan mata yang kosong memandang ke arah luar cafe ini. Sesekali menunduk ke secangkir kopi yang tampaknya sudah dingin. Entah sudah berapa lama disana. Tapi sepertinya sedang menunggu seseorang untuk datang. Rasa ingin tahuku bertambah. Kuberanikan diri ini untuk masuk ke cafe. Mengambil posisi tak jauh darinya, raut wajah cemas dan sedih tampak lebih jelas sekarang daripada ketika diriku di luar. Tak lama seorang pelayan menghampiriku. Bertanya apa yang ingin aku pesan. Karena tak pernah masuk ke cafe ini, maka spontan kuminta secangkir kopi yang sama dengan menunjuk gadis itu. Pelayan itu mengernyitkan dahinya. Tapi kemudian tetap menuliskan pesananku.

Ada apa dengan gadis ini? Mengapa magnetnya begitu kuat menarikku? Apakah karena aku penasaran apa yang dia tunggu atau apa yang membuatnya tampak sedih?

Tak lama secangkir kopi datang padaku. Kusesap tanpa ku peduli apa rasanya. Mataku tak pernah lepas dari gadis itu. Dan lagi, yang kulihat hanya kemuraman. Apakah orang yang ditunggunya tak datang? Mengapa membiarkan gadis manis menunggu ? Sungguh tak enak sekali menunggu. Tiba-tiba perasaan sepi menyeruak ke dalam benakku. Tenggelam dalam secangkir kopi. Rasa menunggu, sepi yang sama, yang kurasakan belakangan ini. Ketika semua orang terlalu sibuk dengan diri mereka sendiri. Dan aku terlalu sibuk dengan diriku sendiri.

Kulihat kembali gadis itu. Kepalanya bergerak antusias seperti menemukan apa yang dia cari. Tapi dia tetap duduk tenang. Senyum sedikit mengembang dan tak lama tetes demi tetes airmata mengalir. Aku. Aku hanya bisa terdiam. Kudongakkan kepalaku ke arah keluar. Sepasang laki-laki dan perempuan sedang meletakkan seikat mawar di pinggir trotoar. Berlutut sebentar. Kemudian mereka berjalan dan masuk ke arah cafe ini.

Gadis itu berdiri dari tempatnya. Laki-laki itu menghampiri tempat duduk gadis itu dan duduk menghadapnya. Gadis itu tersenyum tapi mereka tak bicara. Laki-laki itu meletakkan kembali satu bunga mawar di meja itu. Kemudian laki-laki itu menundukkan kepalanya dalam posisi tangan berdoa dan mata yang menutup mesra. Sang gadis membelai kepala lelaki itu. Tak lama, perempuan yang menemani laki-laki itu menghampiri dan memeluk laki-laki itu. Dan kemudian mereka keluar meninggalkan tempat duduk itu. Sang gadis masih tersenyum. Jelas sekali ada cinta, kasih yang begitu dalam.

"Diana, namanya Diana."seorang pelayan memberitahukan yang tanpa sepengetahuanku sudah berada di sampingku. Seperti daritadi dia memperhatikanku.

"Maaf?"
"Iya, mas. Namanya Diana. Gadis yang sedari tadi mas lihat di tempat duduk itu."

Kulihat gadis itu sudah tidak ada. Padahal baru saja aku berbicara pada pelayan ini.

"Laki-laki yang tadi kekasihnya. Setahun yang lalu, gadis itu menunggu kekasihnya itu. Namun sayang, jodoh mereka harus terpisah. Saat ingin menemui kekasihnya di seberang jalan sana. Gadis itu tertabrak. Dan meninggal di tangan kekasihnya."

Kemudian antara ketakutan dan betapa dahsyat pemandangan tadi.

"Kok mas bisa tahu saya bisa lihat dia?"tanyaku pada pelayan itu.

Pelayan itu hanya tersenyum saja kemudian pergi menghilang ke belakang cafe.

Ternyata ada yang lebih sendiri dari diriku. Namanya Diana. Dan ini bulan Desember. Diana Di Desember. Menghiasi kesendirianku kali ini.

Jakarta, 11/30//2013
Kosan Mutiara




Komentar

Postingan populer dari blog ini

10

sampai juga kita di diri kita yang paling ku tunggu. lingkaran itu benar-benar ada di titik kembali. 10 tahun penantian yang pas. tahun ke -10 aku mengirimkan selembar kertas berisi ucapan selamat ulang tahun bagimu. kau menerimanya tidak, sayangg? mudah-mudahan kau terima. ada gambar terkahir yang sengaja kubuatkan khusus untukmu. dan gambar tahun ini adalah sebuah pohon yang telah ranum oleh buah. siap dipetik. seperti diriku saat ini. siap bertemu denganmu. dan Tuhan mendengarkan doaku. "Flor?" sapaan yang awalnya kuanggap biasa. kupikir mungkin hanya teman lama. kurasa hanya seorang yang coba mengenalku lebih dalam. tapi ini di negeri orang lain. hanya sedikit yang mengenalku. walaupun ada beberapa hasil karyaku terpampang di pameran foto ini. tapi aku yakin tak banyak orang yang benar-benar mengenalku. kecuali orang yang tahu siapa diriku. acara belum dimulai. perkenalan peserta pameran juga belum dilaksanakan. ku kira hanya Hans, sanga ketua panitia pameran dan Rani, s

Makan Malam Menu Terong Balado

tentang hidup. semua mengalir begitu saja hingga hari ini. hampir 3 tahun tanpa mama dan papa. mengalir begitu saja.  yang terlintas malah tentang makan malam bersama berpuluh tahun lalu. menu favoritku, terong balado, doa sebelum makan kubacakan, tentunya mama dan papa. tradisi makan malam ini entah kapan mulai tidak berjalan, sepertinya ketika papa mulai sering kerja di luar daerah, sering tidak pulang entah berapa hari kemudian. sering kutanyakan setiap kali dia telepon, kapan papa pulang? papa, selalu jadi pria pertama yang kuposesifkan bahkan hingga hari ini. yah, kurasa sejak saat itu, sejak kami pindah juga ke jalan yang baru. berjalan waktu, aku dan mama pindah terlebih dahulu ke bogor sementara papa masih jauh di sebrang pulau. setahun setelahnya baru papa bergabung bersama, namun aku sudah tenggelam dalam umur pubertas, pulang selalu malam, sibuk extrakurikuler, kemudian kuliah di luar kota, kemudian kerja di luar kota dan semakin tidak pernah ada acara makan malam itu. kalau