Langsung ke konten utama

Suddenly Blue

Suddenly Blue

Ada jaket biru, tas biru, dan oh tidak, bukan pikiran yang biru.
Tiba-tiba semua biru. Suddenly blue.

And you are coming through that door. Membuatku terpaksa membuka mata ini yang masih terlalu lelah. Magic.

“Hello, ups, maaf.”
Oh, darling, saya tidak akan pernah memaafkan siapapun yang membangunkanku. Tapi tidak denganmu.
Ada yang biru, suddenly blue. Begitu hening, membunuh 2,3 tarikan nafas, berhenti. Sejak kapan, aku lupa pernah memiliki perasaan ini.

Sejak kapan kamu berdiri disitu. Mungkin beberapa menit yang lalu, kau sudah datang diam-diam, menatapku yang terlelap. Menyentuh wajahku, mendengarkan desah nafasku, memelukku melalui tatapan itu. 
Yah, tatapan itu sekarang. Persis seperti sekarang.

“Hello, are you okay, buddy?”

Ah, kamu membangunkanku untuk kedua kalinya. Padahal baru sekejap aku membayangkan bagaimana kau bisa tiba disini.

“Oh, ya, saya baik-baik saja. Tapi bagaimana kamu masuk ke kamar ini? It was locked.”
“Well, I got the key.” Seringai senyummu itu begitu memilukan. Mematahkan jiwa laki-lakiku. Ah, semakin penasaran rasa biru ini. All suddenly blue, baby.

Kemudian kamu menjelaskan dengan rinci bahwa kenyataan yang membuat dirimu sampai mendapatkan kunci itu. Nothing is really magic, for exactly. My room mate owe you a room for a week. Dan disinilah, akhirnya kamu berada. Duduk disampingku, kembali menatapku dengan senyum yang tak pernah pudar. Baby, I love you at the first sight, second one, third one and for millions one.

“So, kalau tidak mengganggu, apakah kamar saya di sebelah situ?”
“Ah, ya. That will be your room. For a week.”
“Yes. Don’t worry. A week only a blink of your eyes, darling.”

Hoho, seandainya bisa lebih pun sayang. Aku rela berbagi kamar denganmu. A week in that room dan selebihnya dengan diriku. No, it is not turning to that blue. Haha.

“Okay, then. Thank you for your kindness and politeness.” She point to my tummy. And yeah, all suddenly blue. I completely wear nothing for the whole first meet with her.

Suddenly blue. She laugh out loud on her way to her a week room.

Suddenly blue.

Biru menghantam pori-pori rasaku.
Merasuk masyuk ke setiap jengkal asa.
Jaket biru, tas biru, jam biru, rindu yang membiru.
Kamu adakah menjadi biru juga untukku?
Siapa kita masa ini, lalu kemudian membeku.
Aku hanya ingat kita punya rasa. Pernah.
Selalu. Selamanya.
Tidak ada yang mengubah.
Kita hanya anak-anak waktu.
Mengalir. Tidak memaksa.
Seperti biru.

Suddenly blue.

6/11/2013
Starbucks Botani Square.









Komentar

Postingan populer dari blog ini

10

sampai juga kita di diri kita yang paling ku tunggu. lingkaran itu benar-benar ada di titik kembali. 10 tahun penantian yang pas. tahun ke -10 aku mengirimkan selembar kertas berisi ucapan selamat ulang tahun bagimu. kau menerimanya tidak, sayangg? mudah-mudahan kau terima. ada gambar terkahir yang sengaja kubuatkan khusus untukmu. dan gambar tahun ini adalah sebuah pohon yang telah ranum oleh buah. siap dipetik. seperti diriku saat ini. siap bertemu denganmu. dan Tuhan mendengarkan doaku. "Flor?" sapaan yang awalnya kuanggap biasa. kupikir mungkin hanya teman lama. kurasa hanya seorang yang coba mengenalku lebih dalam. tapi ini di negeri orang lain. hanya sedikit yang mengenalku. walaupun ada beberapa hasil karyaku terpampang di pameran foto ini. tapi aku yakin tak banyak orang yang benar-benar mengenalku. kecuali orang yang tahu siapa diriku. acara belum dimulai. perkenalan peserta pameran juga belum dilaksanakan. ku kira hanya Hans, sanga ketua panitia pameran dan Rani, s...

Makan Malam Menu Terong Balado

tentang hidup. semua mengalir begitu saja hingga hari ini. hampir 3 tahun tanpa mama dan papa. mengalir begitu saja.  yang terlintas malah tentang makan malam bersama berpuluh tahun lalu. menu favoritku, terong balado, doa sebelum makan kubacakan, tentunya mama dan papa. tradisi makan malam ini entah kapan mulai tidak berjalan, sepertinya ketika papa mulai sering kerja di luar daerah, sering tidak pulang entah berapa hari kemudian. sering kutanyakan setiap kali dia telepon, kapan papa pulang? papa, selalu jadi pria pertama yang kuposesifkan bahkan hingga hari ini. yah, kurasa sejak saat itu, sejak kami pindah juga ke jalan yang baru. berjalan waktu, aku dan mama pindah terlebih dahulu ke bogor sementara papa masih jauh di sebrang pulau. setahun setelahnya baru papa bergabung bersama, namun aku sudah tenggelam dalam umur pubertas, pulang selalu malam, sibuk extrakurikuler, kemudian kuliah di luar kota, kemudian kerja di luar kota dan semakin tidak pernah ada acara makan malam itu. k...

Pengalaman Menyiram

Sudah hari senin kembali, tengah bulan, "I hate Monday", "I do love Monday". Banyak sebutannya tapi buat gue hari senin sama seperti hari-hari lainnya. I mean monday is just like sunday. Holiday. Hehe. Secara status belum berubah sejak akhir bulan Januari. Ok. Gak penting dibahas. Selain mencoreng dunia persilatan harga diri juga ikut menyesakkan dada mengingat kantong semakin menipis. Xixixi :D. Tapi setidaknya ada hal barulah yang nyangkut di otak gue. Sedikit berbau-bau filosofis bersifat empiris (berat beut!).Wkakakaa...Lanjot. Perenungan itu terjadi! Hallahh...Dimulai ketika handuk mulai melingkar di leher, kaki menuruni tangga dan mata sudah terang benderang bagaikan surga (cem tau aja surga kek apa). Terus tiba-tiba di tengah perjalanan (kesannya jauh), mama memanggil dan meminta gue untuk menyiram tanaman di beranda depan. Pekerjaan baru. Maklum, sudah berapaaa...(*thinking mode on) hari, bukan, minggu, juga tidak, bulan, boro-boro, tapi tahunan kali yaa. Se...