Langsung ke konten utama

10

sampai juga kita di diri kita yang paling ku tunggu. lingkaran itu benar-benar ada di titik kembali. 10 tahun penantian yang pas. tahun ke -10 aku mengirimkan selembar kertas berisi ucapan selamat ulang tahun bagimu. kau menerimanya tidak, sayangg? mudah-mudahan kau terima. ada gambar terkahir yang sengaja kubuatkan khusus untukmu. dan gambar tahun ini adalah sebuah pohon yang telah ranum oleh buah. siap dipetik. seperti diriku saat ini. siap bertemu denganmu. dan Tuhan mendengarkan doaku.

"Flor?"

sapaan yang awalnya kuanggap biasa. kupikir mungkin hanya teman lama. kurasa hanya seorang yang coba mengenalku lebih dalam. tapi ini di negeri orang lain. hanya sedikit yang mengenalku. walaupun ada beberapa hasil karyaku terpampang di pameran foto ini. tapi aku yakin tak banyak orang yang benar-benar mengenalku. kecuali orang yang tahu siapa diriku. acara belum dimulai. perkenalan peserta pameran juga belum dilaksanakan. ku kira hanya Hans, sanga ketua panitia pameran dan Rani, sang asistan, yang menjemputku tadi malam di bandara. hanya 2 orang itu. ah, mungkin Rani. suara perempuan yang menyapaku. dan sedikit sentuhan di pundakku. terpaksa kuhadapkan mukaku padanya. padahal aku sedang mengagumi kembali, 3 karya isengku yang berhasil masuk ke pameran ini dan menjadi begitu sangat besar ukurannya. tidak hanya selama ini yang hanya dapat kupandangi dari layar 12" inchi laptopku. siapakah orang ini? berani mengusik keintimanku dengan buah hasil karyaku.

"Ya ?"

ya. inilah waktu yang tepat mengatakan syukur yang tak terkira. seandainya tidak ada gravitasi, ah, aku merasa tidak di bumi sekarang. mimpi apa ini? bukan tadi malam. tapi pagi ini. di sebuah gedung. di suatu pagi. di saat semua harapan sudah melepuh, lepas. kekosongan mulai mengisi relung hati yang selama ini sesak. naik terus hingga nafas begitu sangat lega. sepertinya ikatan-ikatan bertahun itu hilang dalam sedetik. dan memang harus disini. di tempat ini. di hadapan anak-anakku, foto-fotoku. aku cuma bisa terdiam. karena rindu ini begitu nyata. nyata menjulang di depanku dan menyapaku.

"Flor ? ini betul kamu, kan?"
"Iya. aku Flor. bubu? is that you?"
"Hahahaa...Flor-ku. kamu tidak berubah. masih memanggilku bubu."

bubu. cuma nama itu. ya, benar. aku cuma mengenal nama bubu untuk satu orang dalam hidupku. dan setelah bertahun-tahun, dia muncul kembali. di sini. saat ini. di depanku.

"Flor. apakabar kamu?"

tanpa menungguku. kau hadiahkan sebuah pelukan. pelukan yang sama. wangi yang sama. hangat dan wangi. seharusnya kau yang mendapat kado. lalu, mengapa sekarang aku yang berbahagia? kau berbahagia tidak, bubu?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makan Malam Menu Terong Balado

tentang hidup. semua mengalir begitu saja hingga hari ini. hampir 3 tahun tanpa mama dan papa. mengalir begitu saja.  yang terlintas malah tentang makan malam bersama berpuluh tahun lalu. menu favoritku, terong balado, doa sebelum makan kubacakan, tentunya mama dan papa. tradisi makan malam ini entah kapan mulai tidak berjalan, sepertinya ketika papa mulai sering kerja di luar daerah, sering tidak pulang entah berapa hari kemudian. sering kutanyakan setiap kali dia telepon, kapan papa pulang? papa, selalu jadi pria pertama yang kuposesifkan bahkan hingga hari ini. yah, kurasa sejak saat itu, sejak kami pindah juga ke jalan yang baru. berjalan waktu, aku dan mama pindah terlebih dahulu ke bogor sementara papa masih jauh di sebrang pulau. setahun setelahnya baru papa bergabung bersama, namun aku sudah tenggelam dalam umur pubertas, pulang selalu malam, sibuk extrakurikuler, kemudian kuliah di luar kota, kemudian kerja di luar kota dan semakin tidak pernah ada acara makan malam itu. k...

Diana Di Desember

Aku ingat sekarang, siapa perempuan itu. Tahun lalu, masih dengan baju yang sama, dia duduk menunggu di cafe yang sama. Kali ini wajahnya begitu sendu. Tak ceria. Pandangan mata yang kosong memandang ke arah luar cafe ini. Sesekali menunduk ke secangkir kopi yang tampaknya sudah dingin. Entah sudah berapa lama disana. Tapi sepertinya sedang menunggu seseorang untuk datang. Rasa ingin tahuku bertambah. Kuberanikan diri ini untuk masuk ke cafe. Mengambil posisi tak jauh darinya, raut wajah cemas dan sedih tampak lebih jelas sekarang daripada ketika diriku di luar. Tak lama seorang pelayan menghampiriku. Bertanya apa yang ingin aku pesan. Karena tak pernah masuk ke cafe ini, maka spontan kuminta secangkir kopi yang sama dengan menunjuk gadis itu. Pelayan itu mengernyitkan dahinya. Tapi kemudian tetap menuliskan pesananku. Ada apa dengan gadis ini? Mengapa magnetnya begitu kuat menarikku? Apakah karena aku penasaran apa yang dia tunggu atau apa yang membuatnya tampak sedih? Tak lama se...